"Solider" adalah istilah yang ngetren di lingkungan siswa mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTA. Seorang siswa dapat dikatakan setia atau akrab dengan temannya apabila siswa tersebut "solider" dengan temannya terhadap situasi apapun. Mungkin mereka/ siswa hanya memahami kata "solider" tersebut dengan saling membantu.
Di dalam dunia pendidikan memang saling membantu sesama siswa sangat diperlukan. Maka tidak jarang seorang guru mengarahkan siswa untuk belajar kelompok. Ketika siswa belajar kelompok, maka akan terjadi kerja sama, dan yang lebih pintar dapat membantu siswa lainnya yang masih lemah dalam pelajaran, yang kita kenal dengan "tutor sebaya." Dan cara ini memang masih sangat ampuh, dimana seorang siswa akan lebih mudah berkomunikasi dengan sesama siswa lainnya.
Namun saat ini, banyak kalangan siswa menggunakan istilah "solider" ketika mereka sedang menghadapi ulangan/ ujian di sekolah. Atau bahkan ketika mereka mengerjakan PR. Siswa tidak lagi mau berusaha untuk tahu dan paham tujuan materi pelajaran, akan tetapi mereka sudah terkontaminasi dengan yang serba "instan". Dan begitu juga siswa yang lebih, tidak mau lagi ambil pusing agar temannya bisa melakukannya.
Sehingga ketika ulangan/ ujian, siswa yang merasa kurang hanya meminta jawaban, apalagi soal berbentuk pilihan ganda. Dan yang paling parah, siswa akan menjadi orang yang ketergantungan dengan menyontek karena sitemannya itu masih "solider".
"Solider" yang diterapkan siswa saat proses ujian/ ulangan berlangsung merupakan suatu tindak kejahatan yang terselubung. Karena siswa yang menyontek itu tidak akan pernah tahu apa yang dikerjakannya, tidak akan pernah berusaha untuk belajar. Dan siswa yang solider tersebut juga ibarat memberi racun pembodohan kepada siswa lain.
Nah, marilah kita renungkan sejenak, memang membantu itu pekerjaan mulia, tetapi membantu untuk menjerumuskan orang lain dalam dunia kegelapan merupakan kejahatan (baca: dosa). Dan sangat mungkin apabila tidak solider dalam kegiatan ulangan/ ujian, yang lain pasti belajar, mempersiapkan diri.
Di dalam dunia pendidikan memang saling membantu sesama siswa sangat diperlukan. Maka tidak jarang seorang guru mengarahkan siswa untuk belajar kelompok. Ketika siswa belajar kelompok, maka akan terjadi kerja sama, dan yang lebih pintar dapat membantu siswa lainnya yang masih lemah dalam pelajaran, yang kita kenal dengan "tutor sebaya." Dan cara ini memang masih sangat ampuh, dimana seorang siswa akan lebih mudah berkomunikasi dengan sesama siswa lainnya.
Namun saat ini, banyak kalangan siswa menggunakan istilah "solider" ketika mereka sedang menghadapi ulangan/ ujian di sekolah. Atau bahkan ketika mereka mengerjakan PR. Siswa tidak lagi mau berusaha untuk tahu dan paham tujuan materi pelajaran, akan tetapi mereka sudah terkontaminasi dengan yang serba "instan". Dan begitu juga siswa yang lebih, tidak mau lagi ambil pusing agar temannya bisa melakukannya.
Sehingga ketika ulangan/ ujian, siswa yang merasa kurang hanya meminta jawaban, apalagi soal berbentuk pilihan ganda. Dan yang paling parah, siswa akan menjadi orang yang ketergantungan dengan menyontek karena sitemannya itu masih "solider".
"Solider" yang diterapkan siswa saat proses ujian/ ulangan berlangsung merupakan suatu tindak kejahatan yang terselubung. Karena siswa yang menyontek itu tidak akan pernah tahu apa yang dikerjakannya, tidak akan pernah berusaha untuk belajar. Dan siswa yang solider tersebut juga ibarat memberi racun pembodohan kepada siswa lain.
Nah, marilah kita renungkan sejenak, memang membantu itu pekerjaan mulia, tetapi membantu untuk menjerumuskan orang lain dalam dunia kegelapan merupakan kejahatan (baca: dosa). Dan sangat mungkin apabila tidak solider dalam kegiatan ulangan/ ujian, yang lain pasti belajar, mempersiapkan diri.